Scroll Facebook yang Mengubah Segalanya

“Saya Sangat Kehabisan Napas”
Dari satu takeaway sehari menjadi makanan seimbang, perjalanan Chris Martin dari Suffolk ke kesehatan yang lebih baik dimulai dari momen yang mengubah hidupnya saat menghadiri hari olahraga anak-anaknya. Pada usia 39 tahun dan dengan berat badan hampir 152 kg, Chris merasa terjebak dalam tubuhnya sendiri, menjalani hidup dengan napas yang terengah-engah dan rasa percaya diri yang sangat rendah. Namun, sebuah pengalaman di sekolah anaknya mengubah segalanya. “Saya kesulitan berpartisipasi dalam lomba orang tua,” kenangnya saat berbincang dengan Daily Mail. Momen kekalahan fisik ini menjadi titik balik yang membawa perubahan besar dalam hidupnya.
Dalam sebuah kisah yang hampir seperti film, perjalanan Chris untuk mendapatkan kembali kesehatan dimulai dengan scroll santai di Facebook. Di sana, ia menemukan Man v Fat Football, sebuah liga sepak bola enam lawan enam yang berorientasi pada penurunan berat badan, di mana gol dan pengurangan berat badan sama-sama diperhitungkan. Inisiatif ini memadukan penimbangan mingguan dengan pertandingan sepak bola, di mana pemain dinilai berdasarkan penurunan berat badan dan hasil pertandingan. Kombinasi unik antara olahraga dan akuntabilitas langsung menarik perhatian Chris, seorang pendukung setia Ipswich Town, yang segera mendaftar untuk tim lokal di Cambridge.
Namun, pertandingan pertama Chris sangat berat. “Saya sangat kehabisan napas selama permainan pertama saya,” ujar Chris. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, olahraga yang sebelumnya membuatnya terengah-engah kini menjadi sarana untuk mencapai kebugaran dan harga diri baru. Selain pertandingan, peserta juga mendapatkan resep sehat dan saran nutrisi, yang membantunya memikirkan kembali seluruh hubungannya dengan makanan.
Perubahan gaya hidup Chris sangat dramatis. Makanan yang berkalori tinggi dan camilan tak terkontrol selama jam kerja kini telah hilang. “Dulu, saya makan satu kali sehari—dan biasanya itu adalah takeaway. Saya terus-menerus ngemil dan tidak pernah memikirkan kalori,” katanya kepada Daily Mail, yang meliput perjalanannya. Sekarang, ia telah meninggalkan takeaway dan beralih ke tiga makanan bergizi sehari, penuh dengan sayuran dan kari buatan sendiri. “Sebelumnya, saya tidak pernah makan sayuran. Sekarang, saya mencoba hal-hal baru—kami banyak makan hidangan berbasis sayuran,” tambahnya.
Di luar dampak fisik, obesitas telah meninggalkan bekas emosional yang dalam bagi Chris. “Tidak menyenangkan keluar rumah, merasa seperti monster dan berpikir orang-orang melihat saya,” ujarnya. “Anda tidak bisa pergi ke toko untuk membeli pakaian. Semuanya harus dipesan dari toko khusus. Itu sangat menjatuhkan semangat.” Hingga bulan Juni ini, berat badan Chris telah mencapai sekitar 100 kg—sebuah penurunan lebih dari 50 kg dalam waktu kurang dari setahun. Tidak hanya lebih bergerak dan percaya diri, kini ia juga menjadi kapten tim Man v Fat-nya.
Perubahan paling mendalam terjadi di rumah. “Melakukan hal-hal dengan anak-anak dan bisa hadir untuk mereka sangat berarti bagi saya,” ujarnya. “Rasanya seperti saya bisa menjadi seorang ayah lagi.” Kisah Chris Martin bukan hanya tentang penurunan berat badan; ini tentang mendapatkan kembali hidup, kebahagiaan, dan martabat. Dari bersembunyi di balik pakaian berukuran besar hingga memimpin timnya dengan bangga, ia menunjukkan bahwa kadang-kadang semua yang dibutuhkan adalah sebuah bola sepak, sebuah liga yang mendukung, dan keinginan untuk berubah.
Seperti yang ia katakan: “Saya bangga karena telah melakukannya dan saya bangga dengan apa yang saya capai.”