Donald Trump Ancang Pengenaan Tarif 50% untuk Uni Eropa

Donald Trump, mantan Presiden Amerika Serikat, baru-baru ini mengancam akan memberlakukan tarif sebesar 50% untuk barang-barang yang diimpor dari Uni Eropa, yang akan mulai berlaku bulan depan. Pernyataan ini muncul setelah ia mengungkapkan bahwa pembicaraan perdagangan dengan Brussels "tidak menunjukkan kemajuan". Trump menyampaikan komentarnya melalui platform media sosialnya, Truth Social.
Pernyataan ini menandai peningkatan baru dalam perselisihan perdagangan yang telah berlangsung lama antara AS dan Uni Eropa, di mana Trump sebelumnya menuduh bahwa kesepakatan perdagangan dibuat untuk merugikan ekonomi AS. Ketegangan ini menjadi semakin signifikan, terutama ketika Amerika Serikat telah berhasil mencapai kesepakatan dengan negara-negara seperti Inggris dan China untuk mengurangi dampak dari perang dagang yang diluncurkan oleh Trump.
Ancaman tarif ini akan mencakup semua impor dari Uni Eropa ke AS, dan bisa memicu langkah balasan dari Brussels jika Trump benar-benar melanjutkan rencananya. Reaksi cepat dari pasar keuangan menunjukkan dampak negatif yang langsung. Indeks saham Eropa turun tajam, dengan FTSE 100 di London merosot lebih dari 1,2% dan DAX Jerman serta CAC 40 Prancis juga mengalami penurunan lebih dari 2%.
Pada saat yang sama, harga minyak mentah Brent juga terperosok lebih dari 1%, mencapai $63 per barel, karena kekhawatiran akan dampak yang lebih luas terhadap ekonomi global. Nilai dolar AS juga tertekan, memperburuk ketidakpastian yang telah ada di pasar mengenai keberlanjutan tingkat utang pemerintah AS. Sementara itu, nilai poundsterling Inggris tercatat berada pada level terendahnya sejak Februari 2022.
Di sisi lain, Trump juga menyoroti Apple, perusahaan teknologi raksasa, dan menyebutkan bahwa mereka harus membayar tarif sebesar 25% untuk iPhone mereka kecuali jika semua proses produksinya dipindahkan ke AS. Saham Apple merosot lebih dari 2% dalam perdagangan pra-pasar setelah peringatan ini. Trump menulis, "Saya telah lama memberi tahu Tim Cook dari Apple bahwa saya mengharapkan iPhone mereka yang dijual di Amerika Serikat diproduksi di AS, bukan di India, atau tempat lainnya."
"Jika tidak, maka Apple harus membayar tarif minimal 25% kepada AS," tambahnya. Produksi iPhone sendiri saat ini sebagian besar dilakukan di China dan India, yang selama ini menjadi masalah yang sering diangkat oleh Trump.
Namun, pada hari Kamis, Financial Times melaporkan bahwa Apple sedang merencanakan untuk memperluas rantai pasokannya di India melalui kontraktor kunci. Perusahaan Taiwan, Foxconn, dilaporkan berencana untuk membangun pabrik baru di negara bagian Tamil Nadu, India, untuk membantu memasok kebutuhan Apple.
Sky News telah menghubungi pihak Apple untuk memberikan komentar lebih lanjut tentang situasi ini.
Berita ini terus diperbarui, dan rincian lebih lanjut akan dipublikasikan segera. Untuk mendapatkan pembaruan terbaru, Anda dapat mengunduh aplikasi Sky News secara gratis di smartphone atau tablet Anda. Anda juga bisa mengikuti @SkyNews di X atau berlangganan saluran YouTube kami agar tidak ketinggalan berita terkini.