Pakar ilmiah baru-baru ini melakukan eksperimen yang mengejutkan dengan menyuntikkan fragmen material genetik Neanderthal berusia 40.000 tahun ke dalam tikus laboratorium. Mereka menerapkan metode CRISPR untuk mengintegrasikan varian purba dari gen GLI3, yang dikenal memiliki hubungan erat dengan perkembangan kerangka.

Setelah injeksi, hewan pengerat ini menunjukkan perubahan yang signifikan dalam struktur tulang dan berbagai karakteristik yang tidak terduga.

Penemuan ini dimungkinkan berkat tim peneliti dari Universitas Kedokteran Prefektur Kyoto yang memperkenalkan segmen DNA kuno ini untuk mengevaluasi perannya dalam membentuk anatomi kerangka.

Perubahan Struktural yang Dihasilkan oleh Gen GLI3

Beberapa tikus yang telah diedit dengan gen GLI3 menunjukkan ukuran tengkorak yang lebih lebar dibandingkan dengan rekan-rekan mereka yang tidak dimodifikasi. Selain itu, beberapa dari mereka menunjukkan pengurangan jumlah vertebra atau konfigurasi tulang rusuk yang tidak biasa, yang konsisten dengan pola genetik kuno yang dimiliki oleh manusia purba.

Peneliti menekankan bahwa modifikasi ini bukanlah anomali acak, melainkan fitur kerangka tertentu yang mengindikasikan perubahan struktural yang pernah ada pada hominin yang telah punah.

Penting untuk dicatat bahwa jalur Hedgehog, yang merupakan sistem pengembangan kunci pada mamalia, tidak mengalami gangguan besar pada tikus-tikus ini. Sebaliknya, varian purba dari gen GLI3 secara halus menyesuaikan bagaimana gen pola tulang awal berperilaku, membebaskan hewan dari cacat lahir yang parah, tetapi tetap mendorong kerangka mereka ke arah yang tidak terduga.

Pengaruh Latar Belakang Genetik

Para ilmuwan mencatat bahwa perubahan kerangka ini berbeda-beda tergantung pada susunan genetik masing-masing tikus. Misalnya, beberapa tikus dari satu strain latar belakang menunjukkan pembentukan tulang rusuk tambahan pada posisi toraks ke-14, sementara yang lain memiliki sudut tulang rusuk mirip skoliosis. Sebagian kecil menunjukkan penggabungan yang lebih cepat dari pelat tengkorak, yang mengarah pada bentuk tengkorak yang lebih besar seiring waktu.

Menariknya, tidak satu pun dari tikus-tikus ini menunjukkan polidaktili, suatu ciri yang sering kali terkait dengan gangguan besar pada gen GLI3.

Temuan ini menunjukkan bahwa varian purba berhasil mempertahankan fungsi esensial gen tersebut sambil secara selektif memodifikasi beberapa fitur kerangka, yang kemungkinan mencerminkan jalur perkembangan pada manusia purba.

Jejak Gen GLI3 Modern

Varian GLI3 khusus ini, yang dikenal sebagai R1537C, masih muncul di beberapa populasi manusia di luar Afrika dengan frekuensi antara 3,7% hingga 7,7%, meskipun jauh lebih jarang di kelompok lainnya.

Kemungkinan, dalam kelompok kuno dengan ukuran populasi yang lebih kecil, perubahan-perubahan ini bertahan melalui pengapuran genetik daripada adaptasi yang ketat.

Dalam uji coba kecil yang melibatkan sel-sel manusia kultur, gen purba tersebut menggeser ekspresi dari beberapa target hilir yang terkait dengan pertumbuhan tulang.

Temuan ini mendukung ide bahwa pengaruh halus namun konsisten dari ciri-ciri kuno mungkin bertahan dalam kumpulan gen manusia yang lebih luas.

Pandangan tentang DNA Kuno

Neanderthal dan Denisovans, yang keduanya merupakan kerabat prasejarah manusia modern, kadang-kadang menyumbangkan gen kepada nenek moyang kita. Kehadiran DNA purba dalam manusia modern telah dikaitkan dengan berbagai karakteristik, termasuk beberapa fitur kerangka.

Tikus yang telah diedit ini memberikan pandangan konkret tentang bagaimana perbedaan genetik kecil dapat membentuk perbedaan fisik di antara populasi kuno.

Meskipun mutasi lama ini tidak melumpuhkan hewan-hewan tersebut, ia berhasil merombak beberapa bagian tubuh mereka.

Dalam publikasi asal, penulis mencatat bahwa perubahan protein ini "berkontribusi pada variasi anatomi spesies-spesies tertentu," menunjukkan betapa pentingnya perubahan gen yang halus dalam membentuk arsitektur kerangka.

Pentingnya Gen GLI3

Protein GLI3 berada di persimpangan berbagai proses perkembangan, tetapi sangat penting dalam membentuk tulang. Penelitian mengenai gen GLI3 telah mengungkap keterlibatannya dalam kondisi di mana struktur anggota tubuh atau kraniofasial terbentuk secara atypical.

Banyak dari gangguan ini muncul ketika gen tersebut dinonaktifkan sepenuhnya, yang sangat berbeda dari perubahan asam amino tunggal ini.

Penelitian sebelumnya tentang segmen DNA purba lainnya juga telah meneliti respons imun dan bahkan reaksi terhadap rasa sakit.

Penelitian terbaru ini memperluas kerja tersebut ke ranah perbedaan kerangka, menunjukkan bahwa satu perubahan pengkodean kecil dapat menghasilkan efek yang cukup terlihat. Hal ini juga menunjukkan bagaimana DNA kuno, ketika diuji dalam model hidup, memberikan jendela yang jelas tentang biologi yang telah hilang lama.

Insight Kerangka dari DNA yang Punah

Para ilmuwan yang bekerja dengan DNA manusia yang punah bergantung pada fosil dan genomika canggih untuk merangkai teka-teki asal-usul kita. Namun, sisa-sisa kerangka saja tidak dapat menunjukkan bagaimana setiap varian gen berperilaku selama perkembangan. Model tikus seperti ini dapat mengisi kekosongan itu, menawarkan sistem hidup untuk melacak fungsi gen secara waktu nyata.

Pembelajaran ini menyoroti bagaimana perubahan purba, yang terkubur dalam kode genetik selama puluhan ribu tahun, masih dapat memberikan dampak fenotipik.

Meskipun banyak variasi semacam itu mungkin sudah tidak ada dalam sirkulasi, sisa-sisa tetap ada dalam beberapa genom modern, menambahkan keragaman halus pada spesies kita.

Apa Selanjutnya?

Para peneliti menekankan bahwa lebih banyak penyelidikan diperlukan untuk mengonfirmasi apakah varian kuno ini pernah memberikan keuntungan yang jelas bagi populasi yang sudah punah. Beberapa bukti dari data biobank menunjukkan hubungan dengan karakteristik tulang belakang, tetapi angka yang kecil membuat kesimpulan yang tegas sulit dicapai.

Namun, keberhasilan kerja pengeditan gen ini membawa kesadaran baru tentang hubungan evolusi kita yang sama. Seiring munculnya temuan baru, para ilmuwan akan lebih siap untuk memahami bagaimana setiap segmen purba berkontribusi pada bentuk manusia purba, dan apa artinya bagi orang-orang saat ini.

—–

Ucapan terima kasih yang khusus kepada Dr. Ako Agata dan Dr. Tadashi Nomura dari Universitas Kedokteran Prefektur Kyoto yang memimpin studi penting dan menarik ini.

Studi ini dipublikasikan dalam Frontiers in Cell and Developmental Biology.

—–

Apakah Anda menyukai tulisan ini? Berlanggananlah untuk mendapatkan artikel menarik, konten eksklusif, dan pembaruan terbaru.

Ikuti kami di EarthSnap, aplikasi gratis yang dibawa kepada Anda oleh Eric Ralls dan Earth.com.