Waks telinga yang tampak menjijikkan dan bercampur kotoran ini ternyata bisa mengungkap banyak hal tentang kesehatan seseorang. Penelitian yang dilakukan oleh para ilmuwan di China menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan dalam komposisi waks telinga antara individu yang menderita penyakit Parkinson dan mereka yang tidak, yang menunjukkan bahwa substansi lengket ini menyimpan rahasia yang bisa mengindikasikan risiko seseorang untuk mengembangkan kondisi tersebut.

Tim peneliti dari Universitas Zhejiang mengambil sampel waks telinga dari 100 orang dengan Parkinson dan 79 tanpa kondisi itu. Mereka memilih untuk menganalisis waks telinga karena sebagian besar kandungannya terdiri dari sebum, sebuah zat berminyak yang mengalami perubahan kimia pada penderita Parkinson, dan melepaskan senyawa organik volatil (VOCs) yang khas.

Penyakit Parkinson memicu neurodegenerasi, peradangan, dan stres oksidatif, yang mengubah komposisi sebum dan menghasilkan bau yang berbeda. Kondisi ini juga merusak otak secara progresif, yang menyebabkan tremor, kekakuan, dan gerakan lambat. Seiring berjalannya waktu, gejala menjadi lebih parah, termasuk pembekuan mendadak, kehilangan kemampuan berbicara, masalah menelan — yang sering mengarah pada pneumonia — dan jatuh, yang merupakan penyebab kematian umum di antara penderita Parkinson.

Empat jenis VOCs tertentu muncul sebagai yang paling signifikan di kalangan individu yang menderita penyakit ini, sehingga menunjukkan potensi waks telinga sebagai indikator aksesibel untuk Parkinson. Ini bisa membantu pasien menghindari tes diagnostik invasif dan tusukan tulang belakang.

Diperkirakan sekitar 1 juta orang Amerika dan 10 juta orang di seluruh dunia saat ini menderita penyakit ini, dengan hampir 90.000 kasus baru terdiagnosis setiap tahunnya. Angka tersebut diproyeksikan akan terus meningkat, sehingga pentingnya diagnosis dini menjadi semakin mendesak. Meskipun saat ini belum ada obat yang dapat menyembuhkan penyakit ini, pengobatan dapat dimulai lebih awal untuk mengatasi gejala dan memperlambat perkembangan penyakit.

Dalam penelitian ini, para ilmuwan memasukkan data VOC dari sampel waks telinga ke dalam sebuah algoritma yang berhasil mengklasifikasikan status Parkinson dari subjek dengan akurasi mencapai 94 persen, menunjukkan potensi penemuan alat diagnostik yang cepat dan dapat diandalkan. VOCs yang teridentifikasi memiliki peran penting dalam membedakan antara orang-orang dengan kondisi ini dan mereka yang tidak, meskipun dengan mempertimbangkan faktor usia dan gaya hidup.

Dua dari VOCs, Ethylbenzene dan 4-Ethyltoluene, adalah senyawa yang umum ditemukan dalam plastik dan produk petroleum. Kehadirannya menunjukkan adanya peradangan di otak, yang merupakan pendorong utama kerusakan dopamin di otak. Dopamin, yang sering dianggap sebagai neurotransmitter yang memberikan perasaan baik, adalah pengantar kimia utama yang mengatur kontrol gerakan. Ketika kadar dopamin menurun seiring dengan perkembangan Parkinson, penderita menjadi semakin tidak mampu bergerak.

VOCs lain yang signifikan adalah Pentanal, yang dihasilkan ketika lemak terurai. Kadar yang tinggi menunjukkan adanya kerusakan sel, sebuah ciri khas dari Parkinson. Senyawa ini juga terkait dengan akumulasi gumpalan protein di otak pasien. Sedangkan VOC 2-Pentadecyl-1,3-dioxolane kemungkinan mencerminkan masalah metabolisme lemak, yang mungkin berasal dari perubahan mikrobioma pada kulit pasien.

Walau belum jelas apakah VOC ini memiliki hubungan langsung dengan PD, terdapat banyak penelitian yang menunjukkan keterkaitan antara PD dan ketidakseimbangan dalam mikrobioma usus. Penelitian menunjukkan bahwa VOCs diproduksi oleh keseimbangan bakteri baik di usus, yang juga terkait dengan kesehatan otak. Ketidakseimbangan ini memungkinkan bakteri berbahaya berkembang biak, yang menyebabkan proliferasi racun yang dapat mengakibatkan peradangan di otak.

VOCs dapat berasal dari berbagai sumber beracun di lingkungan, seperti pestisida yang digunakan untuk menanam makanan, bahan kimia industri dalam bensin, dan pelarut dalam barang sehari-hari seperti bahan kimia pembersih kering dan perekat, hingga produk pembersih, emisi mobil, dan air tanah yang terkontaminasi.

Penyakit Parkinson diyakini disebabkan oleh kombinasi faktor genetik dan lingkungan. Ini adalah gangguan otak yang berkembang paling cepat di dunia, dan, menurut penelitian NIH, 'paparan terhadap racun lingkungan adalah alasan utama.' Di AS, kematian akibat penyakit Parkinson telah meningkat lebih dari dua kali lipat dalam 20 tahun terakhir, dengan sekitar 35.000 kematian pada tahun 2019 dibandingkan dengan 14.500 pada tahun 1999. Tingkat kematian Parkinson meningkat dari 42 menjadi 65 kematian per 100.000 dari tahun 1999 hingga 2017.

Meskipun mempertimbangkan petunjuk yang dapat diberikan oleh waks telinga tentang perkembangan Parkinson adalah hal baru, penyelidikan mengenai peran VOCs bukanlah hal yang asing. Sebuah meta-analisis luas pada tahun 2023 mengidentifikasi VOCs yang berbeda yang hadir dalam napas dan minyak kulit orang-orang dengan penyakit ini dibandingkan dengan mereka yang tidak mengalaminya. Dr. Hao Dong, salah satu peneliti dalam studi terbaru, menyatakan, 'Metode ini adalah eksperimen skala kecil di satu pusat di China. Langkah selanjutnya adalah melakukan penelitian lebih lanjut di berbagai tahap penyakit, di berbagai pusat penelitian dan di antara berbagai kelompok etnis, untuk menentukan apakah metode ini memiliki nilai aplikasi praktis yang lebih besar.'