Kasus Tragis: Wanita Atlanta Dihidupkan Demi Bayi Meski Dinyatakan Mati Otak

Seorang wanita dari Atlanta yang baru berusia sembilan minggu hamil saat dinyatakan mati otak hampir tiga bulan yang lalu, kini terus dipertahankan hidup akibat larangan aborsi yang diterapkan oleh negara bagian tersebut.
Pada awal Februari, Adriana Smith, seorang perawat berusia 30 tahun, merasakan sakit kepala yang sangat hebat dan memutuskan untuk mengunjungi rumah sakit setempat guna menjalani pemeriksaan medis. Sayangnya, menurut keluarga Adriana, tidak ada pemindaian yang dilakukan oleh dokter, dan ia disarankan untuk pulang ke rumah.
Beberapa jam setelah kembali, pasangan Adriana menemukan dia kesulitan bernapas dan mengeluarkan suara gurgling saat tidur. Dia segera dilarikan kembali ke rumah sakit, di mana dokter menemukan adanya bekuan darah di otaknya. Namun, sebelum dokter dapat melakukan operasi, Adriana dinyatakan mati otak.
Meskipun tidak ada harapan untuk pulih, Adriana sudah dipertahankan hidup selama lebih dari 90 hari agar ia dapat melahirkan bayi tersebut hingga waktu yang tepat. Menurut hukum yang diberlakukan di Georgia pada tahun 2019, yang dikenal sebagai Living Infants Fairness and Equality Act, dokter tidak diperbolehkan melakukan aborsi jika detak jantung bayi terdeteksi.
Ibu Adriana, April Newkirk, kini angkat bicara mengenai situasi yang dihadapi mereka, menggambarkan pengalaman ini sebagai “siksaan” melihat putrinya dalam keadaan seperti ini. “Dia sudah bernapas melalui mesin selama lebih dari 90 hari,” kata April. “Ini adalah siksaan bagi saya. Saya melihat putri saya bernapas, tetapi dia tidak ada di sana.”
April menjelaskan bahwa dia percaya cucunya mungkin berpikir ibunya hanya tidur. Diperkirakan dokter ingin mempertahankan Adriana hidup selama 11 minggu ke depan agar kehamilannya mencapai usia 32 minggu, tetapi keputusan tersebut akan menyebabkan trauma besar bagi keluarga mereka. “Dia hamil dengan cucu saya. Tapi dia mungkin buta, mungkin tidak bisa berjalan, mungkin tidak akan selamat setelah lahir,” tambah April. “Keputusan ini seharusnya diserahkan kepada kami. Sekarang kami hanya bisa bertanya-tanya tentang jenis kehidupan apa yang akan dia jalani — dan kami yang akan membesarkannya.”
“Mereka berharap bayi bisa bertahan hingga minimal 32 minggu. Tetapi setiap hari yang berlalu, itu berarti lebih banyak biaya, lebih banyak trauma, lebih banyak pertanyaan.” April percaya bahwa hukum ini perlu diubah dan setiap wanita seharusnya memiliki hak untuk membuat keputusan tentang tubuh mereka sendiri. “Dan jika tidak, maka pasangan mereka atau orang tua mereka seharusnya dapat membuat keputusan tersebut,” ungkap April.