Bayangkan sebuah cincin logam seberat lebih dari 1.100 pon jatuh dari langit—bukan adegan film fiksi ilmiah, tetapi kenyataan yang mengejutkan di Mukuku, Kenya. Sebuah objek misterius ini mendarat di tanah pertanian masyarakat setempat menjelang Malam Tahun Baru, membuat mereka bertanya-tanya tentang bahaya yang mengintai dari luar angkasa.

Dalam laporan terbaru, Badan Antariksa Kenya (KSA) telah memastikan bahwa cincin ini merupakan bagian dari kendaraan peluncur luar angkasa, yang mengangkat pertanyaan mendesak tentang masalah limbah luar angkasa yang semakin mengkhawatirkan.

Saat kejadian, warga setempat pertama kali mendengar suara “berdesing keras diikuti oleh ledakan,” yang diungkapkan oleh petani berusia 75 tahun, Stephen Mangoka, seperti “bom yang meledak.” Objek yang memiliki diameter sekitar 8 kaki (2,44 meter) ini terjatuh di ladang dekat sungai kering dan tetap berapi-api selama hampir dua jam sebelum warga berani mendekat.

Kerumunan cepat terbentuk, digerakkan oleh rasa ingin tahu serta ketakutan, mereka mengambil foto dan berspekulasi apakah itu bagian dari roket, satelit, atau sesuatu yang lebih mengerikan. Khawatir akan pencuri logam bekas, warga bergiliran menjaga cincin tersebut semalaman bersama pejabat setempat. Keesokan harinya, tim KSA telah mengamankan objek tersebut dan membawanya untuk diuji.

Namun, ketegangan tidak berhenti di situ. Badan Pengatur Nuklir Kenya mengonfirmasi bahwa cincin tersebut mengandung tingkat radiasi yang sedikit meningkat, meskipun “tidak pada tingkat yang berbahaya bagi manusia.” Meski demikian, insiden ini mengguncang warga, beberapa melaporkan adanya retakan di rumah mereka dan khawatir tentang risiko kesehatan di masa depan. Beberapa bahkan meminta kompensasi, menunjuk pada Perjanjian Luar Angkasa yang membuat negara peluncur bertanggung jawab secara hukum atas kerusakan yang disebabkan oleh objek luar angkasa mereka.

Tetapi menentukan tanggung jawab bukanlah hal yang mudah. Direktur Jenderal KSA, Brigadir Hillary Kipkosgey, mencatat bahwa cincin ini adalah “item umum dalam banyak roket” dan menyatakan bahwa penyelidikan masih berlangsung. Badan Antariksa Inggris menyarankan bahwa cincin tersebut mungkin berasal dari roket Ariane yang diluncurkan pada tahun 2008. Jika benar, cincin itu bisa saja mengorbit Bumi secara diam-diam selama lebih dari 16 tahun sebelum jatuh dengan api.

Peristiwa ini bukanlah kejadian terisolasi. NASA memperkirakan ada lebih dari 6.000 ton limbah luar angkasa yang saat ini mengorbit planet kita, dengan lebih dari 27.000 potongan yang cukup besar untuk dilacak. Sebagian besar material ini terbakar saat kembali ke atmosfer, tetapi fragmen yang lebih besar dapat bertahan—dan seiring peningkatan jumlah satelit serta roket yang digunakan, begitu juga dengan peluang tabrakan.

Insiden serupa telah tercatat di seluruh Afrika. Di tahun 2023, limbah luar angkasa yang dicurigai ditemukan tersebar di desa-desa di Uganda barat. Beberapa hari setelah jatuhnya cincin di Mukuku, warga di Kenya utara dan Ethiopia selatan melaporkan melihat benda-benda bercahaya meluncur di langit malam. Setiap peristiwa ini menyoroti ketidakpastian yang semakin meningkat dari sampah orbital.

Ahli sepakat bahwa planet ini tidak bisa menganggap luar angkasa sebagai tempat pembuangan. Solusi yang diusulkan berkisar dari satelit yang dapat menangkap limbah hingga sistem pasif yang dapat mengorbitkan kembali pesawat luar angkasa tua dengan aman. Namun, seperti yang diperingatkan KSA, perbaikan ini secara teknis rumit dan mahal, dan kerja sama internasional tetap terbatas.

Bagi penduduk Mukuku, bahaya ini terasa sangat pribadi. “Kami butuh jaminan dari pemerintah bahwa ini tidak akan terulang,” kata warga setempat, Benson Mutuku. Ketakutan mereka menggema kenyataan yang lebih besar: tanpa aturan global yang kuat dan teknologi untuk mengelola limbah luar angkasa, lebih banyak komunitas bisa berada dalam risiko.