Pertempuran yang semakin intensif terjadi di Gaza seiring dengan Israel yang memperluas operasi militernya. Hal ini berlangsung meskipun ada upaya untuk melakukan pembicaraan tidak langsung terkait gencatan senjata antara Israel dan Hamas yang dilangsungkan di Doha, ibu kota Qatar.

Sampai saat ini, lebih dari 53.000 warga Gaza dilaporkan tewas akibat perang ini, menurut pejabat kesehatan di wilayah tersebut. Perhitungan jumlah korban jiwa ini tidak membedakan antara pejuang dan warga sipil, yang menambah kompleksitas situasi kemanusiaan yang sedang berlangsung. Pada hari Minggu, kementerian kesehatan Gaza mengungkapkan bahwa jumlah awal mereka yang terbunuh sejak pagi hari telah melampaui 90 orang.

Suzanne Abu Daqqa, seorang penduduk yang tinggal di Abasan, dekat kota Khan Younis di selatan, berbagi pengalamannya dengan situasi yang semakin mencekam. Ia menggambarkan bagaimana penduduk setempat hidup di tengah serangan yang hampir konstan selama beberapa hari terakhir, di mana ledakan yang menakutkan mengguncang rumahnya.

Namun, kekhawatiran yang lebih besar bagi Suzanne adalah kemungkinan invasi darat yang kembali memaksa keluarganya untuk melarikan diri dari rumah mereka. Di rumah tersebut, keluarganya masih memiliki sedikit pasokan listrik dari panel surya, serta persediaan beras dan tepung yang sederhana. Mereka takut terpaksa meninggalkan rumah mereka untuk tinggal di kamp-kamp pengungsi yang tidak nyaman di dekat pantai, di tengah terik panas.

“Begitu banyak orang telah mati tanpa alasan yang jelas,” kata Suzanne dengan nada penuh keprihatinan. “Orang-orang ingin perang ini segera berakhir dengan segala cara.”

Upaya internasional untuk mengakhiri perang ini sejauh ini belum berhasil, meskipun konflik ini bermula dari serangan yang dipimpin Hamas terhadap Israel pada tanggal 7 Oktober 2023. Serangan tersebut mengakibatkan sekitar 1.200 orang tewas, dan para penyerang Palestina mengambil sekitar 250 sandera kembali ke Gaza.

Kontribusi peliputan juga diberikan oleh Aaron Boxerman.