BERLIN (AFP) – Dalam panggilan terakhirnya dengan Presiden Volodymyr Zelensky, yang berlangsung pada hari Senin, Kanselir Olaf Scholz menegaskan komitmen Jerman untuk terus mendukung Ukraina. Panggilan ini terjadi sehari sebelum Scholz menyerahkan kekuasaan kepada Friedrich Merz.

Sejak Rusia melancarkan invasi besar-besaran terhadap Ukraina pada tahun 2022, Scholz telah menjadi pendukung yang vokal bagi negara tersebut. Dalam pernyataan yang disampaikan juru bicaranya, Steffen Hebestreit, Scholz "menegaskan solidaritas yang terus menerus dan tak tergoyahkan Jerman terhadap Ukraina."

Scholz menekankan bahwa Jerman, dalam koordinasi yang erat dengan mitra Eropa dan internasional, akan melanjutkan dukungannya kepada Ukraina sesuai kebutuhan dan selama diperlukan. Sejak awal konflik, Jerman telah berkembang menjadi penyokong militer terbesar kedua untuk Ukraina setelah Amerika Serikat. Meskipun memiliki tradisi pasifis pasca-perang, Jerman telah mengirimkan jumlah besar barang pertahanan ke Kyiv.

Namun, Scholz juga menghadapi kritik karena dianggap lamban dalam mengambil keputusan penting, seperti pengiriman tank tempur berat ke Ukraina, dan menolak untuk mengirimkan rudal Taurus jarak jauh yang dapat menyerang kedalaman wilayah Rusia.

Friedrich Merz, yang akan menggantikan Scholz, berjanji untuk melanjutkan dukungan Jerman untuk Ukraina saat ia mengambil alih kepemimpinan koalisi antara blok konservatif CDU/CSU-nya dan SPD yang berhaluan tengah-kiri dari Scholz.

Merz, bersama dengan pemimpin Eropa lainnya, mengamati dengan cemas ketika Presiden AS Donald Trump berusaha mendorong Zelensky untuk melakukan kesepakatan damai yang cepat dengan Presiden Vladimir Putin, yang dikhawatirkan para kritikus akan menguntungkan Rusia.

Dalam panggilan pada hari Senin, Scholz juga mengkritik Putin, dengan menyatakan bahwa "taktik menunda yang sinis" dari presiden Rusia tersebut menghambat upaya untuk mengakhiri perang. Scholz mencatat bahwa presiden Ukraina telah menunjukkan kesediaan untuk menerima gencatan senjata tanpa syarat selama 30 hari, yang menggambarkan bahwa "tidak ada yang menginginkan perdamaian lebih dari Ukraina," ujar Hebestreit.

"Ini akhirnya harus dibalas oleh presiden Rusia," tegas Scholz kepada Zelensky.