Negara-negara anggota ASEAN, yang terdiri dari sepuluh negara, bersiap untuk menggelar KTT tiga pihak pertamanya dengan China dan Dewan Kerjasama Teluk (GCC) sebagai bagian dari upaya untuk memperkuat ketahanan ekonomi.

KTT ini berlangsung di Kuala Lumpur, Malaysia, pada hari Selasa, di hari kedua pertemuan tahunan ASEAN. Malaysia saat ini menjabat sebagai ketua ASEAN, yang mencakup Brunei, Kamboja, Laos, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam.

Pertemuan ini akan diikuti oleh pembicaraan terpisah antara para pemimpin ASEAN dan GCC, yang terdiri dari Bahrain, Kuwait, Oman, Qatar, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab.

Dalam pembukaan KTT ASEAN-GCC, Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim menyatakan bahwa hubungan yang lebih kuat antara kedua blok tersebut akan menjadi kunci untuk meningkatkan kolaborasi, membangun ketahanan, dan memastikan kemakmuran yang berkelanjutan. "Saya percaya bahwa kemitraan ASEAN-GCC tidak pernah lebih penting daripada saat ini, saat kita menavigasi lanskap global yang semakin kompleks yang ditandai dengan ketidakpastian ekonomi dan tantangan geopolitik," ujar Anwar.

Dalam pernyataan tertulis sebelum pertemuan, perdana menteri menyatakan bahwa "transisi dalam tatanan geopolitik sedang berlangsung" dan bahwa "sistem perdagangan global sedang mengalami tekanan lebih lanjut, terutama dengan penerapan tarif unilateral oleh Amerika Serikat baru-baru ini."

Dengan melonjaknya proteksionisme, dunia juga menyaksikan "multilateralism yang mulai terkoyak," tambahnya.

Perdana Menteri China, Li Qiang, yang tiba di Kuala Lumpur pada hari Senin, akan bergabung dengan ASEAN dan GCC dalam pertemuan pertama mereka pada hari Selasa. Ia bertemu dengan Anwar pada hari Senin dan menyerukan penguatan hubungan perdagangan dan investasi antara Beijing, ASEAN, dan GCC.

"Di saat proteksionisme dan unilateralisme meningkat serta pertumbuhan ekonomi dunia melambat," kata Li, "negara-negara China, ASEAN, dan GCC harus memperkuat koordinasi dan kerjasama serta bersama-sama mendukung regionalisme terbuka dan multilateralisme yang sesungguhnya."

China bersedia bekerja sama dengan Malaysia untuk "memperkuat kerjasama ekonomi yang lebih dekat di antara ketiga pihak" dan merespons tantangan global, ungkap Li kepada Anwar.

ASEAN telah mempertahankan kebijakan netralitas, melakukan interaksi dengan Beijing dan Washington, meskipun ancaman tarif tinggi dari Presiden AS Donald Trump datang sebagai pukulan berat. Enam anggota blok ini termasuk di antara yang paling terdampak, dengan tarif yang berkisar antara 32 persen hingga 49 persen.

Trump mengumumkan jeda selama 90 hari untuk tarif pada bulan April untuk sebagian besar dunia, dan bulan ini mencapai kesepakatan serupa dengan rival utamanya, China, meredakan ketegangan perang dagang.

Rob McBride dari Al Jazeera, yang melaporkan dari Kuala Lumpur, menyatakan bahwa anggota ASEAN "sangat memperhatikan untuk membangun hubungan dengan bagian lain di dunia, terutama China, tetapi juga Timur Tengah" untuk memperkuat ketahanan ekonomi mereka.

"Sebagai ukuran pentingnya pertemuan ini bagi GCC, delegasi yang dikirim serta senioritas anggotanya sangat mencolok," tambahnya. "Emir Qatar, Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani, hadir di sini, dan kami memiliki putra mahkota dari Kuwait dan Bahrain. Kami juga memiliki wakil perdana menteri dari Oman."

Anwar juga menyampaikan pada hari Senin bahwa ia telah mengirim surat kepada Trump untuk meminta KTT ASEAN-AS tahun ini, menunjukkan bahwa "kami sangat serius memperhatikan semangat sentralitas." Namun, Menteri Luar Negeri Malaysia, Mohamad Hasan, menyatakan bahwa Washington belum memberikan respons.

Chong Ja Ian dari Universitas Nasional Singapura (NUS) mengatakan bahwa ASEAN secara tradisional berfungsi sebagai "perantara antara ekonomi maju seperti AS dan China." "Menghadapi ketidakpastian dan ketidakpastian yang terkait dengan hubungan ekonomi dengan Amerika Serikat, negara-negara anggota ASEAN mencari untuk mendiversifikasi," ungkapnya kepada AFP. "Mengatur pertukaran antara Teluk dan Republik Rakyat China adalah salah satu aspek dari diversifikasi ini."

Malaysia, yang membuka KTT ke-46 blok tersebut pada hari Senin, merupakan kekuatan utama di balik inisiatif ini, sambungnya.

China, yang menjadi sasaran tarif Trump, juga mencari untuk memperkuat pasar lainnya. Partisipasi Li dalam KTT ini dianggap "tepat waktu dan terencana," ujar Khoo Ying Hooi dari Universitas Malaya kepada AFP. "China melihat kesempatan untuk memperkuat citranya sebagai mitra ekonomi yang dapat diandalkan, terutama di tengah upaya pemisahan dari Barat."

Beijing dan Washington telah terlibat dalam serangkaian tarif balasan yang semakin meningkat, hingga sebuah pertemuan di Swiss menghasilkan kesepakatan untuk memangkas tarif selama 90 hari. Namun, barang-barang China masih menghadapi tarif yang lebih tinggi dibandingkan kebanyakan negara lainnya.