Pecahan Batu Tua Memperlihatkan Jejak Jari Manusia Tertua yang Diketahui

Baru-baru ini, sekelompok arkeolog menemukan sebuah pecahan batu yang tampaknya menunjukkan jejak jari manusia penuh tertua yang pernah tercatat. Penyelidikan yang dilakukan oleh tim tersebut mengindikasikan bahwa jejak ini dibuat oleh Neanderthal, yang mungkin telah menggunakan pigmen merah pada sebuah batu untuk menciptakan apa yang tampak seperti gambar artistik dari sosok wajah sekitar 43.000 tahun yang lalu.
Ketertarikan terhadap penemuan ini meningkat ketika para peneliti memperhatikan bentuk aneh dari pecahan batu tersebut dan warna merah yang diletakkan di tempat di mana hidung seharusnya berada. Pertanyaan pun muncul mengenai apakah noda tersebut adalah hasil dari suatu aktivitas acak atau jika seseorang telah dengan sengaja menempatkan pigmen di sana.
Profesor María de Andrés-Herrero dari Universitas Complutense menjelaskan bahwa timnya segera menyadari bahwa tanda tersebut berbeda dari batu-batu lainnya, sehingga mendorong mereka untuk melakukan analisis lebih dalam terhadap komposisi cat tersebut.
Dalam upaya untuk menentukan apakah tanda tersebut merupakan residu sederhana, para peneliti menerapkan teknologi pencitraan canggih. Mereka menemukan detail dermatoglyphic, yang merujuk pada garis-garis yang terdapat pada sidik jari manusia. Jejak ini diperkirakan berasal dari seorang pria dewasa yang telah menyentuh permukaan pecahan batu tersebut.
Para ahli menolak kemungkinan bahwa kontak tersebut tidak disengaja, mengingat pigmen merah tidak terjadi secara alami di lokasi tersebut dan tampak khususnya pada posisi fitur yang mirip dengan hidung.
Penemuan ini menambah bobot baru dalam diskusi seputar kreativitas Neanderthal. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa komunitas pada era tersebut juga melukis dinding gua dan mungkin membawa benda-benda pribadi dengan tanda simbolis. Meskipun sebagian besar seni portabel dikaitkan dengan populasi yang lebih baru, penemuan baru ini menunjukkan bahwa Neanderthal turut berperan dalam upaya artistik awal.
Awalnya, beberapa arkeolog mempertanyakan apakah titik tersebut berasal dari aktivitas sehari-hari yang melibatkan mineral berwarna. Penjelasan ini tampak tidak mungkin karena pigmen tersebut ditempatkan dengan sengaja dan bukan hanya sekadar noda acak. Uji tuntas menunjukkan adanya senyawa berbasis oksida besi yang konsisten dengan ochre. Analisis fluoresensi sinar-X mengonfirmasi bahwa warna merah tersebut bukan berasal dari tempat perlindungan, yang menyiratkan bahwa seseorang membawanya dari luar.
Sebuah mikroskop elektron pemindaian kemudian mengungkapkan tidak ada bahan pengikat lainnya, mendukung gagasan bahwa hanya pigmen alami yang digunakan. Neanderthal telah lama menghadapi pertanyaan mengenai kapasitas mereka untuk berpikir secara simbolis, tetapi data terbaru dari berbagai penggalian memperluas pandangan tersebut. Tanda-tanda sebelumnya dari perilaku simbolis termasuk koleksi kerang, gigi hewan yang dilubangi, dan kemungkinan penggunaan pigmen.
Pecahan batu dari Segovia ini menunjukkan bahwa Neanderthal mungkin telah menandai objek dengan makna pribadi atau komunal. Arkeolog David Álvarez Alonso percaya bahwa penempatan strategis titik merah tersebut menunjukkan adanya pilihan yang disengaja. Seluruh batu tersebut ditemukan di lapisan yang diperkirakan berasal dari periode Mousterian akhir. Penghuni atau penghuni-penghuni tersebut kemungkinan memilihnya karena alasan yang tidak terkait dengan penggunaan praktis seperti memukul atau memotong.
Setelah keberadaan sidik jari tersebut dikonfirmasi melalui pencitraan digital, para ahli forensik mempelajari pola ridgesnya. Pola-pola ini memberikan petunjuk mengenai individu yang membuat jejak tersebut. Para pejabat mengandalkan metode perbandingan modern dan menyimpulkan bahwa meskipun pola tersebut sesuai dengan karakteristik pria, tidak ada cara mutlak untuk mengonfirmasi sifat spesifik spesies karena tidak ada cetakan Neanderthal yang ada dalam database modern.
Pejabat Spanyol Gonzalo Santonja menggambarkan pecahan batu ini sebagai “satu-satunya objek seni portabel yang dilukis oleh Neanderthal,” pada konferensi pers yang memberikan kabar terbaru kepada masyarakat mengenai penemuan ini. Penetapan istilah “seni” memicu perdebatan, namun para peneliti berargumen bahwa menandai objek yang ditemukan menunjukkan tingkat pemikiran abstrak tertentu.
Banyak ilmuwan kini menganggap Neanderthal mampu berpikir simbolis. Set alat mereka bervariasi di seluruh wilayah, dan beberapa membentuk pigmen menjadi gumpalan atau menggunakannya untuk hiasan tubuh. Meskipun manusia modern masih menghasilkan bentuk-bentuk seni gua Paleolitik yang paling dikenal, lokasi-lokasi di seluruh Eropa menunjukkan bahwa Neanderthal menerapkan ochre dengan cara yang melampaui fungsi sederhana.
Para ahli berharap bahwa seiring dengan semakin banyaknya temuan, gambaran yang lebih luas tentang populasi kuno ini akan terus berkembang. Pemeriksaan mendalam terhadap batu ini telah mendorong pemikiran ulang mengenai bagaimana kreativitas mungkin muncul dalam kehidupan sehari-hari Neanderthal.
Masih banyak yang harus dipelajari. Meskipun mungkin ada perbedaan pendapat tentang bagaimana mendefinisikan seni dalam konteks prasejarah, para sarjana semakin melihat keberagaman dalam ekspresi Neanderthal. Para spesialis menunjukkan bahwa pecahan batu Spanyol ini pas dalam kumpulan objek yang menyoroti agensi pribadi dan kesadaran simbolis di masa lalu yang jauh.
Para ilmuwan memperingatkan bahwa sebuah penemuan tunggal jarang mengubah konsensus ilmiah dalam semalam. Namun, temuan Spanyol ini berpotensi mendorong studi lanjutan tentang petunjuk halus di penggalian Neanderthal berikutnya. Keberadaan pigmen yang ditempatkan dengan sengaja dan jejak yang jelas merupakan indikasi kuat bahwa individu-individu ini melihat lingkungan mereka dengan cara yang kompleks.
“Pecahan batu dari perlindungan batu San Lázaro ini memiliki serangkaian karakteristik yang menjadikannya luar biasa. Ini adalah objek pertama yang diketahui yang ditandai dengan pigmen dalam konteks arkeologis,” ujar Andrés-Herrero di akhir penilaian bersama timnya. Pandangan ini memperkuat gagasan bahwa Neanderthal turut berpartisipasi dalam usaha artistik yang sebelumnya dianggap hanya milik manusia yang lebih baru. Penelitian ini dipublikasikan dalam Journal of Archaeological and Anthropological Sciences.