Rivers have long played a crucial role in the planet’s carbon cycle. They are responsible for the movement and release of greenhouse gases such as carbon dioxide (CO₂) and methane (CH₄), effectively linking terrestrial, atmospheric, and oceanic systems. For many years, scientists believed that the carbon gases emitted by rivers primarily originated from decaying plant matter that had recently entered the ecosystem. However, recent research is challenging this long-held perspective.

In a groundbreaking international study led by researchers from the University of Bristol and published in the esteemed journal Nature, a surprising discovery has come to light. It has been found that over half of the carbon dioxide emissions from rivers actually come from carbon that is significantly older—historically stored for decades, centuries, or even millennia—before re-entering the atmosphere.

Emisi Karbon yang Tersembunyi

This finding points to a previously unrecognized pathway through which ancient carbon is released from long-term storage within soils, sediments, and rocks, subsequently finding its way back into the atmosphere via rivers and streams. The volume of this ancient carbon believed to be released annually is approximately 1.2 petagram, atau 1.2 miliar ton metrik, yang setara dengan jumlah CO₂ yang diambil oleh ekosistem darat dari atmosfer setiap tahunnya.

Dr. Josh Dean, seorang Profesor Madya dalam Biogeokimia di University of Bristol dan penulis utama studi ini, mengungkapkan keheranannya terhadap hasil ini. “Ternyata, penyimpanan karbon tua mengeluarkan lebih banyak karbon ke atmosfer daripada yang diperkirakan sebelumnya,” ujarnya. “Kami belum tahu bagaimana pengaruh manusia terhadap aliran karbon kuno ini, tetapi yang jelas, saat ini tumbuhan dan pohon harus menyerap lebih banyak karbon dari atmosfer untuk mengimbangi pelepasan yang tidak terduga ini.”

Perubahan pemahaman ini memaksa para ilmuwan untuk memikirkan ulang seberapa stabil penyimpanan karbon tua tersebut dan bagaimana mereka bisa bereaksi terhadap perubahan lingkungan di masa depan.

Pencarian Sumber Karbon melalui Penanggalan Radiokarbon

Untuk menentukan usia karbon dalam sungai, tim penelitian mengumpulkan lebih dari 1.100 pengukuran yang telah diterbitkan dan menambahkan 54 pengukuran baru. Sampel-sampel ini diambil dari lebih dari 700 situs sungai di 26 negara, termasuk sungai-sungai di Amerika Utara dan Selatan, Eropa, Cina, Afrika Timur, Australia, dan bahkan Antartika.

Dengan menganalisis kandungan radiocarbon, yang juga dikenal sebagai F¹⁴C (fraksi modern), para peneliti bisa memperkirakan berapa lama karbon tersebut telah dikeluarkan dari atmosfer. Karbon dengan nilai F¹⁴C yang lebih tinggi menunjukkan usia yang lebih muda, sementara nilai yang lebih rendah mengindikasikan asal yang jauh lebih tua.

Dr. Gemma Coxon, co-author dan ahli hidrologi di Bristol, menjelaskan signifikansi dari temuan ini: “Sungai-sungai secara global mengeluarkan sekitar dua gigaton karbon setiap tahun. Lebih dari setengah emisi ini mungkin berasal dari penyimpanan karbon yang kita anggap relatif stabil. Ini berarti kita perlu mengevaluasi kembali bagian-bagian penting dari siklus karbon global.”

Secara sederhana, meskipun sebagian karbon sungai berasal dari fotosintesis dan dekomposisi yang baru, sebagian besar tidak terlibat dalam siklus ekosistem saat ini. Sebaliknya, karbon ini diperkenalkan kembali setelah terkurung selama ratusan atau bahkan ribuan tahun.

Tiga Jalur Karbon

Para ilmuwan membagi sumber karbon sungai menjadi tiga jenis utama:

  • Karbon Dekadal: Karbon ini telah masuk ke biosfer melalui fotosintesis sejak sekitar 1955. Ini mencerminkan aktivitas biologis terbaru dan merupakan yang paling mendominasi emisi sungai.
  • Karbon Milenial: Karbon ini telah tersimpan dalam tanah dan ekosistem selama ratusan hingga ribuan tahun. Ini biasanya berasal dari lapisan tanah yang lebih dalam dan dimobilisasi oleh proses alami atau perubahan penggunaan lahan.
  • Karbon Petrogenik: Jenis yang paling tua, karbon ini terkurung dalam formasi batuan dan bisa dilepaskan ke sungai melalui erosi dan pelapukan kimia. Umurnya bisa lebih dari 55.000 tahun.

Tim Dr. Dean menggunakan perhitungan isotopik massa untuk menentukan kontribusi masing-masing sumber. Mereka menemukan bahwa 59% ± 17% dari emisi CO₂ sungai berasal dari sumber milenial dan petrogenik yang digabungkan.

Profesor Bob Hilton, seorang geografer sedimen di University of Oxford dan co-author dari studi ini, menambahkan, “Kami menemukan bahwa sekitar setengah dari emisi adalah karbon yang muda, sementara setengah lainnya jauh lebih tua, yang dilepaskan dari lapisan tanah terdalam dan pelapukan batuan yang terbentuk ribuan bahkan jutaan tahun yang lalu.”

Anggaran Iklim yang Perlu Koreksi

Temuan ini memiliki implikasi berat bagi ilmu iklim. Karbon yang telah lama tersimpan dalam kerak Bumi atau tanah sebelumnya dianggap relatif stabil. Sekarang, tampaknya sebagian dari karbon tersebut sedang mengalir ke sungai dan dilepaskan kembali ke atmosfer.

Hal ini penting, karena model iklim sering menganggap karbon tanah sebagai penampung yang aman, dengan asumsi ia tetap terkurung kecuali terganggu oleh aktivitas manusia yang besar. Jika karbon yang lebih tua mengalir kembali ke udara secara mandiri melalui sungai, model-model tersebut bisa jadi meremehkan jumlah karbon yang sebenarnya ditambahkan ke atmosfer.

Selain itu, aliran yang tidak terduga ini bisa berarti bahwa sistem alami Bumi—terutama tumbuhan dan tanah—bekerja lebih keras dari yang diperkirakan untuk menyeimbangkan peningkatan kadar CO₂. Dr. Dean menegaskan hal ini saat ia mencatat bahwa tumbuhan dan pohon harus menyerap tambahan satu gigaton CO₂ setiap tahun untuk mengimbangi pelepasan yang baru dikenali ini.

Apa yang Akan Datang

Dengan dirilisnya studi ini, para peneliti kini mengalihkan fokus mereka ke wilayah-wilayah yang belum tercakup dalam dataset saat ini. Mereka berencana untuk menyelidiki bagaimana emisi karbon sungai bervariasi berdasarkan iklim, lanskap, dan aktivitas manusia. Tujuan lain adalah untuk memahami apakah emisi kuno ini meningkat seiring waktu, terutama sebagai respons terhadap deforestasi, pertanian, atau pemanasan.

Pekerjaan ini didukung oleh UKRI Natural Environment Research Council. Meskipun studi ini mencakup beberapa benua dan sistem sungai yang beragam, masih banyak yang harus ditemukan tentang kebocoran karbon global ini.

Secara keseluruhan, penelitian ini telah menambahkan potongan penting untuk memahami bagaimana karbon bergerak melalui sistem Bumi. Sungai, yang selama ini dianggap sebagai jalur transportasi untuk air dan nutrisi, kini diakui sebagai pemain kunci dalam mengembalikan karbon kuno ke atmosfer.

Seiring planet ini terus menghangat dan lanskap berubah, melacak aliran karbon yang tersembunyi ini akan menjadi penting untuk memahami bagaimana sebenarnya neraca karbon Bumi berfungsi—dan bagaimana kita dapat melindunginya.