Dalam sebuah penemuan yang luar biasa, Teleskop Luar Angkasa James Webb (JWST) milik NASA telah berhasil mendeteksi keberadaan awan pasir yang terdiri dari silikat pada atmosfer planet ekstrasurya dan disk pembentukan planet. Penemuan ini dipublikasikan pada tanggal 10 Juni dalam jurnal Nature dan dipresentasikan pada pertemuan American Astronomical Society yang ke-246 di Anchorage, Alaska.

Penelitian ini mengungkapkan bahwa sistem planet YSES-1, yang berjarak sekitar 300 tahun cahaya dari Bumi, terdiri dari dua planet gas raksasa, YSES-1 b dan YSES-1 c. Kedua planet ini memiliki awan pasir di atmosfer mereka, dan sistem ini masih sangat muda, berusia hanya 16,7 juta tahun, yang merupakan masa kanak-kanak dalam skala kosmik. Penemuan ini memberikan kesempatan unik bagi para ilmuwan untuk menyaksikan proses pembentukan dan perkembangan planet secara langsung.

Temuan ini berpotensi mengubah pemahaman kita tentang bagaimana planet terbentuk dan berevolusi, termasuk planet-planet di tata surya kita sendiri selama miliaran tahun. Menurut studi ini, awan silikat atau awan pasir terdiri dari butiran mineral seperti piroksen dan forsterit, yang merupakan senyawa yang mengandung besi dan ditemukan di planet berbatu serta meteorit. Keberadaan silikat ini bukan sekadar keunikan dalam atmosfer planet ekstrasurya, melainkan juga mengandung petunjuk penting mengenai kimia dan atmosfer dunia yang jauh.

Valentina D'Orazi, seorang ilmuwan dari Institut Nasional Astrofisika Italia (INAF), menjelaskan bahwa silikat yang terlihat di planet-planet ini mengalami siklus sublimasi dan kondensasi, mirip dengan siklus air di Bumi. Siklus aktif ini membantu awan pasir tetap melayang di udara, menandakan adanya proses transportasi dan pembentukan atmosfer yang kompleks.

Di antara kedua gas raksasa tersebut, YSES-1 b adalah planet yang masih dalam tahap pertumbuhan dan memiliki potensi untuk menjadi analog Jupiter yang besar. Planet ini dikelilingi oleh awan material yang datar, yang dikenal sebagai disk circumplanetary; fenomena ini umum terjadi di sekitar planet muda. Disk ini menyimpan blok bangunan atmosfer planet, yaitu silikat, yang mendukung pertumbuhannya.

Sementara itu, YSES-1 c telah mencapai ukuran yang sangat besar, sekitar 14 kali massa Jupiter. Atmosfernya memiliki warna kemerahan akibat silika yang melayang, dan kadang-kadang turun dalam bentuk hujan pasir ke pusat planet. Ini adalah deteksi langsung pertama silikat, tidak hanya di atmosfer planet ekstrasurya tetapi juga di disk circumplanetary, menjadikannya pengamatan yang bersejarah dan penting dalam studi ilmu planet.

Teleskop Luar Angkasa James Webb dapat mengambarkan detail halus ini berkat orbit panjang planet-planet di sekitar bintang induknya, dengan jarak antara lima hingga sepuluh kali jarak antara Matahari dan Neptunus, yang memungkinkan para astronom untuk melihat planet-planet tanpa cahaya menyilaukan dari bintang. Dengan peralatan inframerah yang canggih, JWST mengumpulkan informasi spektral resolusi tinggi yang, setelah dianalisis, menunjukkan keberadaan partikel silikat dan komposisinya.

Meskipun pengamatan langsung semacam ini saat ini hanya mungkin dilakukan untuk beberapa planet ekstrasurya, hal ini menyoroti kemampuan luar biasa JWST dalam mengamati secara detail atmosfer dan lingkungan dunia lain. Penemuan ini juga menimbulkan pertanyaan menarik mengenai sejarah awal dari tata surya kita sendiri. Melalui pengamatan planet-planet muda seperti YSES-1 b dan c, para astronom dapat menyimpulkan bagaimana gas raksasa seperti Jupiter dan Saturnus mungkin terbentuk dan berkembang.

D'Orazi menambahkan, “Memeriksa planet-planet ini seperti mengintip ke dalam sejarah halaman belakang planet kita sendiri. Ini menegaskan bahwa atmosfer planet ekstrasurya muda dan disk di sekitarnya adalah penggerak kunci dalam komposisi atmosfer akhir mereka.” Para peneliti juga menekankan perlunya model atmosfer yang lebih rinci untuk menafsirkan data luar biasa dari JWST, menunjukkan peranan berkelanjutan teleskop ini dalam mendorong batasan ilmu planet dan studi planet ekstrasurya.