Serangan udara Israel yang dilakukan pada malam hari dan berlanjut hingga Sabtu (10 Mei 2025) mengakibatkan setidaknya 23 warga Palestina tewas di Gaza, termasuk tiga anak-anak dan orang tua mereka yang tenda mereka dibom di Kota Gaza, menurut pejabat kesehatan setempat.

Bombardir ini terus berlanjut di tengah meningkatnya peringatan internasional terkait rencana Israel untuk mengontrol distribusi bantuan di Gaza, yang kini telah memasuki bulan ketiga blokade yang mempengaruhi lebih dari 2 juta penduduknya.

PBB dan organisasi bantuan telah menolak langkah-langkah distribusi bantuan oleh Israel, termasuk rencana dari sekelompok kontraktor keamanan Amerika, mantan petugas militer, dan pejabat bantuan kemanusiaan yang menyebut diri mereka sebagai Gaza Humanitarian Foundation.

Dari 23 jasad yang dibawa ke rumah sakit dalam 24 jam terakhir, terdapat jasad keluarga yang terdiri dari lima orang yang tenda mereka terkena serangan di distrik Sabra, Kota Gaza, menurut Kementerian Kesehatan Gaza.

Serangan Israel lainnya pada Jumat malam menghantam sebuah gudang milik UNRWA, badan PBB untuk pengungsi Palestina, di kawasan utara Jabaliya. Empat orang dilaporkan tewas, menurut Rumah Sakit Indonesia yang menerima jenazah mereka. Menurut video yang diperoleh AP, terlihat api berkobar di gedung yang hancur tersebut. Gudang itu kosong setelah beberapa kali dihantam dan dirampok selama operasi darat Israel melawan pejuang Hamas dalam setahun terakhir, kata penduduk setempat, termasuk Hamza Mohamed.

Militer Israel melaporkan sembilan tentara mengalami luka ringan pada Jumat malam akibat perangkat peledak saat melakukan pencarian di kawasan Shijaiyah, Kota Gaza. Mereka kemudian dievakuasi ke rumah sakit di Israel.

Israel melanjutkan bombardirannya di Gaza pada 18 Maret, menghancurkan gencatan senjata dua bulan yang terjalin dengan Hamas. Pasukan darat Israel telah merebut lebih dari setengah wilayah Gaza dan melakukan penggerebekan serta pencarian di bagian utara Gaza dan kota paling selatan, Rafah. Banyak wilayah di kedua lokasi tersebut telah diratakan akibat operasi Israel yang berlangsung berbulan-bulan.

Di bawah blokade Israel, dapur amal hampir menjadi satu-satunya sumber makanan yang tersisa di Gaza, namun puluhan di antaranya telah ditutup dalam beberapa hari terakhir akibat habisnya pasokan makanan. Kelompok bantuan memperingatkan bahwa penutupan lebih lanjut tidak dapat dihindari. Israel menyatakan bahwa blokade itu bertujuan untuk menekan Hamas agar melepaskan para sandera yang tersisa dan menyerahkan senjata mereka. Kelompok hak asasi manusia menyebut blokade ini sebagai "taktik kelaparan" yang berpotensi menjadi kejahatan perang.

Israel menuduh Hamas dan pejuang lainnya menyalahgunakan bantuan di Gaza, meskipun belum memberikan bukti atas klaim tersebut. PBB membantah bahwa terjadi pengalihan bantuan yang signifikan, dengan mengatakan mereka memantau distribusi tersebut.

Perang yang telah berlangsung selama 19 bulan di Gaza adalah yang paling menghancurkan dan brutal antara Israel dan Hamas. Menurut Kementerian Kesehatan, lebih dari 52.800 orang telah tewas, lebih dari setengahnya adalah wanita dan anak-anak, dan lebih dari 119.000 lainnya terluka. Angka ini tidak membedakan antara warga sipil dan pejuang. Israel mengklaim telah membunuh ribuan pejuang, namun tanpa memberikan bukti yang jelas.

Israel bertekad untuk menghancurkan Hamas setelah serangan yang dilakukan pada 7 Oktober 2023, di mana para militan membunuh sekitar 1.200 orang, kebanyakan adalah warga sipil, dan menculik lebih dari 250 lainnya. Saat ini, Hamas masih menahan sekitar 59 sandera, dengan sekitar sepertiga diyakini masih hidup.

Hamas merilis video pada Sabtu yang menunjukkan para sandera Elkana Bohbot dan Yosef-Haim Ohana, yang tampak dalam kondisi tertekan. Mereka diculik selama serangan 7 Oktober dari sebuah festival musik di mana lebih dari 300 orang tewas. Hamas juga telah merilis beberapa video Bohbot sendirian sejak saat itu.

Protes kembali dilakukan pada malam Sabtu di Tel Aviv, dengan para demonstran mendesak diadakannya gencatan senjata yang dapat mengembalikan semua sandera ke rumah. "Bisakah Anda memahami ini? Pemerintah Israel akan meluncurkan operasi militer yang dapat dan akan membahayakan nyawa para sandera," ujar Michel Illouz, ayah dari sandera Guy Illouz, saat memberikan pidato di hadapan kerumunan, merujuk pada rencana untuk memperluas operasi di Gaza.