Paus Leo XIV Mengajak untuk 'Tidak Ada Lagi Perang' dalam Pesannya yang Pertama di St Peter's Square

Paus Leo XIV telah mengeluarkan seruan untuk "tidak ada lagi perang" dalam pesan pertamanya pada hari Minggu kepada kerumunan di Lapangan St Peter sejak terpilih sebagai pemimpin Gereja Katolik. Dalam pidato yang menggugah semangat ini, paus baru tersebut menyerukan penciptaan "perdamaian yang otentik dan abadi" di Ukraina, serta meminta gencatan senjata di Gaza dan pembebasan semua sandera Israel.
Mengingat akhir Perang Dunia Kedua, Leo mengutip pendahulunya, Paus Fransiskus, ketika ia mengutuk jumlah konflik yang terus berlangsung, menyebutnya sebagai "dunia ketiga yang hancur". Pernyataan ini mencerminkan kekhawatiran mendalam terhadap ketidakstabilan global saat ini.
Ini adalah pertama kalinya Paus muncul kembali di loggia, balkon utama Basilika St Peter, sejak kemunculannya di hadapan publik setelah pemilihannya pada hari Kamis. Kerumunan yang hadir, diantaranya terdapat marching band di Vatikan untuk merayakan akhir pekan Jubilee yang khusus ini, meledak dalam sorakan dan musik saat lonceng berbunyi.
Leo, yang merupakan paus pertama dari Amerika Serikat, juga mengucapkan Selamat Hari Ibu kepada semua ibu, "termasuk mereka yang berada di surga", dengan Amerika Serikat menjadi salah satu dari banyak negara yang merayakan hari tersebut pada hari Minggu.
Pemimpin 1,4 miliar umat Katolik di seluruh dunia ini sebelumnya merayakan misa pribadi di dekat makam Santo Petrus, rasul yang dianggap sebagai paus pertama, bersama kepala ordo Agustinusnya. Makam tersebut, yang terletak di dalam gua di bawah Basilika St Peter, juga memuat makam para paus terdahulu, termasuk Paus Benediktus XVI.
Pada hari Sabtu, Leo melakukan kunjungan mendadak untuk berdoa di makam pendahulunya Paus Fransiskus di Basilika St Maria Mayor dalam outing pertamanya sejak terpilih. Paus berusia 69 tahun ini sebelumnya telah mengadakan audensi formal pertamanya dan menyatakan bahwa Gereja Katolik harus memimpin dalam menghadapi ancaman terhadap pekerja, seperti kecerdasan buatan (AI).
Ia menyampaikan kepada kardinal yang memilihnya bahwa teknologi ini menghadirkan "tantangan baru untuk pembelaan martabat manusia, keadilan, dan pekerjaan".