Pertemuan Terduga Trump dan Putin: Apa yang Sedang Direncanakan?

Siapa sangka bahwa Donald Trump dan Vladimir Putin mungkin akan bertemu lagi? Ini bukan skenario dari film thriller, melainkan berita yang dikonfirmasi oleh Duta Besar Rusia untuk PBB, Dmitry Polyanskiy, pada Kamis lalu. Dalam pernyataannya, Polyanskiy mengungkapkan bahwa ada kemungkinan pertemuan antara kedua pemimpin, meskipun rincian lokasi dan agenda masih dirahasiakan. Kapan tepatnya? Ia memperkirakan pertemuan itu dapat berlangsung pada minggu depan.
Namun, ketika ditanya mengenai kemungkinan pertemuan antara Putin dan Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, Polyanskiy nampaknya kurang memiliki informasi. Ia mengatakan, 'Saya belum mendengar adanya rencana pertemuan dengan Presiden Zelensky, tetapi saya juga tidak berada di dalam lingkaran informasi.' Ini menunjukkan ketidakpastian yang menyelimuti situasi geopolitik saat ini.
Pertemuan terakhir antara pemimpin Rusia dan Presiden AS terjadi pada bulan Juni 2021, ketika Putin berbincang dengan pendahulu Trump, Joe Biden, di Jenewa. Sejak invasi Rusia ke Ukraina pada Februari 2022, yang diklaim sebagai langkah untuk melindungi keamanan nasionalnya, hubungan antara kedua negara telah memburuk drastis. Invasi ini dipandang oleh Kyiv dan sekutu-sekutu Barat sebagai tindakan agresi imperial.
Sementara Trump pernah berjanji untuk mengakhiri perang Rusia di Ukraina dalam waktu 24 jam setelah ia menjabat, janji tersebut hingga kini belum terwujud, bahkan setelah hampir tujuh bulan masa jabatannya yang kedua. Menariknya, Trump baru-baru ini mengenakan tarif tambahan sebesar 25 persen untuk barang-barang yang diimpor dari India, menyusul pembelian minyak India dari Rusia. Namun, ia juga menyambut baik pertemuan antara utusannya, Steve Witkoff, dan Putin, dengan mengatakan bahwa 'kemajuan telah dibuat'.
Gedung Putih bahkan menyatakan bahwa Rusia ingin bertemu dengan Trump dan bahwa pertemuan tersebut bisa terjadi secepat minggu depan. Ini merupakan upaya baru untuk mengakhiri perang Rusia-Ukraina yang telah berlangsung lebih dari tiga tahun. Apakah ini bisa menjadi langkah awal menuju perdamaian, atau hanya sekadar propaganda politik? Hanya waktu yang akan menjawab.