Langkah Kecil Menuju Demokrasi di Tengah Perang yang Menghancurkan Eropa

Lebih dari tiga tahun setelah dimulainya perang paling mematikan di Eropa sejak 1945, terdapat tanda harapan baru bagi demokrasi pada hari Jumat lalu.
Delegasi dari Ukraina dan Rusia akhirnya bertemu untuk melakukan pembicaraan secara langsung untuk pertama kalinya sejak Maret 2022, sekitar satu bulan setelah Moskow menginvasi negara tetangganya tersebut. Pertemuan yang berlangsung di sebuah istana era Ottoman di tepi Bosporus, Istanbul, ini menjadi momen bersejarah di tengah ketegangan yang terus berlangsung.
Tekanan dan dorongan dari Turki serta Amerika Serikat berperan penting dalam memfasilitasi pertemuan antara kedua pihak yang berkonflik. Meskipun kehadiran mereka di satu ruangan menunjukkan upaya untuk berdialog, suasana pertemuan itu dipenuhi ketegangan. Tidak ada jabat tangan antara delegasi, dan separuh dari delegasi Ukraina mengenakan pakaian militer kamuflase, yang menjadi pengingat bahwa negara mereka masih dalam keadaan terancam.
Di dalam ruangan, terpajang bendera Ukraina, Turki, dan Rusia—dua untuk setiap negara—serta hiasan bunga yang megah, menciptakan kontras yang mencolok dengan realitas kota-kota yang hancur dan kuburan yang semakin membengkak di Ukraina.
Menlu Turki, Hakan Fidan, menggarisbawahi pentingnya pertemuan tersebut dan menjelaskan kepada delegasi bahwa ada dua jalan di hadapan mereka: satu jalan menuju perdamaian, dan satu lagi menuju lebih banyak kematian dan kehancuran.
Sayangnya, pembicaraan ini hanya berlangsung kurang dari dua jam, dan perbedaan tajam segera muncul. Menurut seorang pejabat Ukraina, Kremlin mengajukan "tuntutan baru yang tidak dapat diterima," termasuk meminta Kyiv menarik pasukannya dari sebagian besar wilayahnya sendiri sebagai syarat untuk gencatan senjata.
Meskipun tidak ada kemajuan signifikan terkait isu yang sangat penting yaitu gencatan senjata—seperti yang diharapkan—berita tentang satu hasil nyata dari pertemuan tersebut muncul. Kedua belah pihak sepakat untuk mengembalikan 1.000 tahanan perang satu sama lain.
"Ini adalah akhir yang sangat baik untuk hari yang sangat sulit," kata Wakil Menteri Pertahanan Ukraina, Serhiy Kyslytsya, menambahkan bahwa ini adalah "berita yang berpotensi sangat baik bagi 1.000 keluarga Ukraina."
Pertukaran tahanan ini akan dilakukan dalam waktu dekat, kata Menteri Pertahanan Ukraina, Rustem Umerov, yang memimpin delegasi negaranya. "Kami tahu tanggalnya," ujarnya, "tetapi kami belum mengumumkannya saat ini."
Ia juga menambahkan bahwa "langkah berikutnya" seharusnya adalah pertemuan antara Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, dan Presiden Rusia, Vladimir Putin."