Pada pagi hari Minggu, Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy, melakukan pertemuan bersejarah dengan Paus Leo di Vatikan, sebagaimana dinyatakan oleh Takhta Suci. Zelenskyy menjadi pemimpin pertama yang bertemu dengan Paus baru tersebut sejak pemilihannya. Keduanya sebelumnya telah berbicara melalui telepon, di mana Paus Leo menyampaikan dukungan terhadap Ukraina, yang sedang menghadapi tantangan besar akibat konflik yang berkepanjangan.

Pertemuan ini juga menjadi ujian pertama bagi Paus Leo dalam perannya sebagai pembawa perdamaian, di tengah harapan banyak orang bahwa ia dapat berkontribusi dalam meredakan ketegangan internasional. Diharapkan, pada hari yang sama, Paus Leo akan bertemu dengan Vance, yang merupakan tokoh penting dalam acara tersebut. Sebelum terpilih sebagai Paus, Leo diketahui sering mengkritik kebijakan deportasi massal yang diterapkan oleh pemerintahan Trump di media sosial. Hubungan antara Leo dan Vance juga mengalami ketegangan yang cukup besar.

Di hari yang sama, Paus Leo melakukan perjalanan perdana dengan mobil Papa putihnya melintasi Lapangan St. Peter, disambut oleh kerumunan yang diperkirakan mencapai seratus ribu orang, termasuk umat Katolik, wisatawan, bangsawan, diplomat, dan delegasi, serta para rohaniwan dan kardinal. Di antara para tokoh yang hadir dalam acara tersebut terdapat Kanselir Jerman Friedrich Merz, Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen, dan Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio. Pemimpin dari Kanada dan Italia, seperti Mark Carney dan Giorgia Meloni, juga tampak di tempat tersebut.

Salah satu ketidakhadiran yang mencolok adalah Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Pertemuan ikonik antara Trump dan Zelenskyy di dalam Basilika St. Peter bulan lalu sempat menjadi sorotan, bahkan mengalihkan perhatian dari pemakaman Paus Francis. Kerumunan pada hari Minggu memenuhi Lapangan St. Peter dan jalan-jalan sekitarnya, dengan para peziarah meneriakkan “Viva il Papa” (Hiduplah Paus) dan melambai-lambaikan bendera AS dan Peru sebagai penghormatan kepada Paus pertama dari Amerika Serikat, yang juga memiliki kewarganegaraan Peru, setelah bertahun-tahun menjadi misionaris di negara Amerika Selatan tersebut.