Dalam sebuah wawancara eksklusif dengan POLITICO, Wakil Duta Besar Uni Eropa, El Anouni, menjawab pertanyaan mengenai kemungkinan sanksi yang akan dikenakan oleh Uni Eropa jika Israel mengabaikan seruan mereka. El Anouni menegaskan, “Saya tidak akan memasuki spekulasi mengenai proyeksi atau reaksi yang mungkin kita miliki. Namun, posisi kami sangat jelas, dan kami akan mengulanginya sebanyak yang diperlukan.”

Dalam pernyataan lebih lanjut, El Anouni menyampaikan, “Kami tidak meminta dengan baik, kami mengulangi seruan kami.” Pernyataan ini menunjukkan ketegasan Uni Eropa dalam menanggapi tindakan Israel yang dianggap melanggar hak asasi manusia.

Di sisi lain, Kabinet Keamanan Israel, yang merupakan kelompok dalam Kabinet yang lebih luas yang fokus pada kebijakan luar negeri dan pertahanan, telah memberikan persetujuan awal untuk melanjutkan pengiriman bantuan kemanusiaan melalui perusahaan swasta. Namun, langkah ini menuai kontroversi, dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan bahwa tindakan tersebut akan melanggar prinsip dasar kemanusiaan dan berjanji untuk tidak berkolaborasi dengan upaya tersebut.

Fase militer baru yang direncanakan ini dilaporkan akan dimulai setelah kunjungan Presiden AS Donald Trump ke Timur Tengah yang dijadwalkan berlangsung dari 13 hingga 16 Mei. Langkah ini diambil meskipun terdapat peringatan berulang dari PBB bahwa “pelanggaran serius” terhadap hukum internasional telah terjadi di Gaza, di mana Israel telah membunuh lebih dari 50.000 orang sebagai respons terhadap serangan brutal Hamas pada 7 Oktober 2023.

Dalam konferensi yang dilaporkan oleh Times of Israel, Menteri Keuangan kanan Israel Bezalel Smotrich dengan tegas menyatakan, “Akhirnya kami akan menduduki Jalur Gaza. Kami akan berhenti takut terhadap kata ‘pendudukan.’” Pernyataan ini mencerminkan sikap tegas dari pemerintah Israel dan mengindikasikan bahwa mereka tidak akan mundur dari tindakan militer yang diambil di wilayah tersebut.